Antara HIV dan Janin
Bagaimana Bayi Tertular HIV?
HIV, virus penyebab AIDS,
dapat menular dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya yang baru lahir.
Menurut WHO, sampai 30% bayi lahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan
tertular HIV kalau ibunya tidak memakai terapi antiretroviral (ART). Antara 5-20% lagi dapat tertular melalui air susu ibu (ASI).
Ibu dengan viral load HIV
yang tinggi lebih mungkin menularkan infeksi pada bayinya. Kebanyakan
ahli menganggap bahwa risiko penularan pada bayi sangat amat rendah bila
viral load ibu di bawah 1000 waktu melahirkan. Walaupun janin dalam
kandungan dapat terinfeksi, sebagian besar penularan terjadi waktu
melahirkan atau melalui menyusui. Bayi lebih mungkin tertular jika
persalinan berlanjut lama. Selama proses kelahiran, bayi dalam keadaan
berisiko tertular oleh darah ibunya.
Harus diketahui bahwa seorang laki-laki dengan HIV tidak bisa
menularkan virusnya langsung pada bayi. Namun laki-laki tersebut dapat
menularkan pasangan perempuan waktu berhubungan seks untuk membuat anak.
Bila ibu baru tertular HIV pada akhir masa kehamilan, viral loadnya
akan sangat tinggi waktu melahirkan anak, yang berarti risiko bayi
terinfeksi HIV waktu lahir paling tinggi. Oleh karena itu pasangan
laki-laki terinfeksi HIV harus menghindari hubungan seks tanpa kondom
dengan pasangan perempuan yang HIV-negatif waktu dia hamil.
Bila seorang ibu berperilaku berisiko penularan HIV selama kehamilan,
sebaiknya dia dites HIV pada setiap trimester dan tiga bulan setelah
berperilaku berisiko.
Bagaimana Penularan HIV dari Ibu-ke-Bayi Dapat Dicegah?
Bila ayah terinfeksi HIV: Penelitian baru
menunjukkan bahwa air mani dari seorang laki-laki terinfeksi HIV dapat
‘dicuci’, untuk memisahkan spermanya dari cairan yang mengandung HIV.
Dengan cara ini, sperma dapat dipakai untuk membuahkan perempuan tanpa
risiko dia akan terinfeksi, Tindakan ini efektif tetapi sangat mahal.
Catatan: bila ibu tidak terinfeksi, pasti bayi tidak terinfeksi. Status HIV bayi tidak terpengaruh oleh status HIV ayahnya.
Penggunaan ART: Risiko penularan sangat rendah bila
ART dipakai oleh ibu waktu hamil dan melahirkan. Angka penularan hanya
1–2% bila ibu memakai ART.
Pedoman terbaru di Indonesia mengusulkan semua ibu hamil memakai ART.
Bayi diberi satu AZT pas setelah lahir, dengan AZT diteruskan dua kali
sehari selama enam minggu. Dengan cara ini, angka penularan dapat
ditekan menjadi di bawah 2%.
Menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya:
Semakin lama proses kelahiran, semakin besar risiko penularan. Bila ibu
memakai ART dan mempunyai viral load di bawah 1000, risiko hampir nol.
Ibu dengan viral load tinggi dapat mengurangi risiko dengan melahirkan
melalui bedah Sesar.
Makanan bayi: Sampai 15% bayi terinfeksi HIV melalui
ASI yang terinfeksi. Risiko ini dapat dihindari jika bayinya diberi
pengganti ASI (PASI, atau formula).
Namun jika PASI tidak diberi secara benar, risiko lain pada bayinya
menjadi semakin tinggi. Oleh karena itu, usulan di Indonesia adalah agar
semua bayi disusui secara eksklusif selama enam bulan pertama, kemudian
diganti dengan formula secara eksklusif. Namun, jika PASI dapat diberi
secara eksklusif (bayi tidak disusui sama sekali) dan aman
terus-menerus, dengan formula dilarutkan dengan air bersih, dan ada
biaya untuk memastikan formula dapat diberikan dalam jumlah yang cukup,
pilihan untuk memberi PASI dapat dipertimbangkan.
Yang terburuk adalah campuran ASI dan PASI. Oleh karena itu, bila
berencana untuk menyusui, harus ada kesepakatan dengan bidan sebelum
lahir agar bayi langsung diberi pada ibunya untuk disusui, dan tidak
diberi makanan atau minuman apa pun sebelumnya.
Bagaimana Kita Tahu Jika Bayi Terinfeksi?
Bayi diwarisi antibodi dari ibunya, untuk melindungi dia dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, sebelum sistem kekebalan tubuh
sudah berfungsi secara penuh. Hal itu berarti bayi yang terlahir oleh
ibu HIV-positif pasti mempunyai antibodi terhadap HIV, apakah dia
terinfeksi HIV atau tidak. Antibodi itu mulai hilang pada usia sembilan
bulan, tetapi dapat tertahan sampai dengan usia 18 bulan.
Oleh karena itu, hasil tes HIV pada bayi tersebut pasti akan
menunjukkan hasil positif, walau kemungkinan besar bayi ternyata tidak
terinfeksi.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai masalah ini, dan cara untuk menghadapi, lihat Lembaran Informasi 613 mengenai Diagnosis HIV pada Bayi.
Bagaimana Mengenai Kesehatan Ibu?
Penelitian baru menunjukkan bahwa perempuan terinfeksi HIV yang hamil
tidak menjadi lebih sakit dibandingkan yang tidak hamil. Ini berarti
menjadi hamil tidak berpengaruh pada kesehatan perempuan HIV-positif.
Justru ada bukti bahwa ibu HIV-positif menjadi lebih sehat setelah
kehamilan.
Bila akan mulai ART, atau sudah memakai ART sebelum menjadi hamil,
seorang ibu hamil sebaiknya mempertimbangkan beberapa masalah yang dapat
terjadi terkait ART:
- Jangan memakai ddI bersama dengan d4T dalam ART-nya karena kombinasi ini dapat menimbulkan asidosis laktik dengan angka tinggi.
- Hindari penggunaan efavirenz selama trimester pertama kehamilan.
- Bila jumlah CD4-nya lebih dari 250, jangan mulai memakai nevirapine.
Beberapa dokter mengusulkan perempuan tidak mulai ART pada trimester pertama kehamilan. Ada tiga alasan:
- Risiko dosis dilewatkan akibat mual dan muntah selama awal kehamilan, dengan risiko mengembangkan resistansi terhadap obat yang dipakai.
- Risiko obat mengakibatkan anak cacat lahir, yang tertinggi pada trimester pertama. Tidak ada bukti terjadi cacat lahir akibat penggunaan ARV, kecuali dengan efavirenz.
- Ada kekhawatiran ART dapat meningkatkan risiko kelahiran dini atau bayi lahir dengan berat badan rendah.
Namun pedoman saat ini tidak mendukung penghentian ART oleh ibu hamil.
Jika kita terinfeksi HIV dan hamil, atau ingin hamil, sebaiknya kita
bicara dengan dokter tentang pilihan menjaga kesehatan sendiri, dan
mengurangi risiko bayi kita terinfeksi HIV atau cacat lahir.
Garis Dasar
Seorang perempuan terinfeksi HIV yang menjadi hamil harus memikirkan
kesehatan dirinya sendiri dan kesehatan bayinya. Menjadi hamil tampaknya
tidak memburukkan kesehatan ibu.
Risiko bayinya terinfeksi HIV waktu lahir dapat dikurangi menjadi
sangat rendah jika ibu dan bayi yang baru lahir memakai terapi jangka
pendek selama persalinan.
Risiko cacat lahir akibat penggunaan obat apa pun tertinggi jika obat
dipakai pada trimester pertama. Jika kita memutuskan untuk berhenti
memakai beberapa obat selama kehamilan, mungkin hal ini memburukkan
kesehatannya. Seorang perempuan yang mempertimbangkan menjadi hamil
sebaiknya membahas pilihan pengobatan dengan dokter.
Hal ini di perjelas oleh pakar kesehatan dalam Video ini.
Hal ini di perjelas oleh pakar kesehatan dalam Video ini.